Senin, 11 Januari 2016

KETIKA DOKTER BERTEMU DENGAN PASIEN YANG PURA-PURA SAKIT DAN YANG INGIN MENCARI PERHATIAN

Wajar ketika profesi seorang Dokter dianggap sabagai salah satu profesi dengan presure yang tinggi. Dituntut dalam banyak hal, tanggung jawab besar, belajar sepanjang hayat, beban yang berat dan sering mengorbankan hak-hak yang seharusnya dipertahankan.

tetapi kali ini saya tidak akan membahas tentang yang kelihatan berat dan nyata nya berat. Saya akan membahas sesuatu yang kelihatan ringan tetapi keriki-kerikil kecil seperti ini yang kadang bisa membuat tersandung.

Saya sering sekali menghadapi pasien-pasien yang mempunyai keluhan-keluhan yang seharusnya tidak ada dan tidak termasuk dalam sebuah kondisi pasien tetapi mereka membuat bahwa penyakitnya sangat serius. Sering sekali saya terkecoh untuk hal ini, berulang dan terus berulang. Ini bisa jadi jam terbang saya sebagai seorang dokter yang harus berpacu dengan waktu.

Contoh kecil seperti tadi saya menghadapi pasien seorang anak usia 14 tahun, sesak napas secara tiba-tiba sehabis maghrib. Padahal ketika kemarin masuk dalam kondisi baik dan sadar dengan keluhan demam, dan ada sedikit nyeri pada peut sehingga di diagnosa sementara dengan typhoid fever atau tipus. Ketika setelah itu dilakukan pengecekan darah oleh dokter sebelum saya, semua hasil baik dan ternyata ini cuma observasi demam biasa. tetapi kenapa tiba-tiba barusan ini jadi sesak napas, padahal kondisi sebelumnya baik-baik saja? dan ketika saya melakukan pengecekan oksigen sudah terpasang, kondisi kepala sudah lebih tinggi daripada badan serta ketika pengecekan bising paru-paru semua clear?

Eh ternyata oh ternyata, setelah di teliti sesak napas nya karena psikis yaitu pasien ingin pindah dari ruangan kelas II ke ruangan kelas I. Hal kecil seperti ini benar-benar yang harus di kuasai oleh seorang dokter. Saya benar-benar sangat belajar dari semua pengalaman dari setiap sudut waktu yang terjadi pada saya.

Kebanyakan yang mengalami gangguan psikis dari semua pengalaman saya adalah seorang perempuan. Apa karena wanita memiliki hati yang lembut? atau karena wanita tidak bisa disakiti? atau kah karena wanita itu lebih sensitif daripada seorang pria?

Well ladies, you have to be strong witha what happen...
Everyting will be OKEY.. :)

Kamis, 07 Januari 2016

TIGA CARA SEDERHANA MENGETAHUI SESEORANG DINYATAKAN MENINGGAL

Kematian bagi sebagian orang bisa saja sangat menakutkan. Namun siap atau tidak, suka atau tidak, yang namanya kematian pasti akan datang menjemput setiap makhluk yang bernyawa. Tidak ada manusia satu pun yang bisa menahan takdir terlebih soal urusan Kematian, Hanya tuhan yang berhak memutuskan manusia hidup atau mati.

Saat seseorang mengalami sakaratul maut tentu cukup menyayat hati, sebab sakitnya luar biasa terlebih jika kejadian itu terjadi berjam-jam bahkan berhari-hari tentu sangat kasihan sekali bagi orang yang menderita.

Bagi sebagian orang untuk mengetahui seseorang masih bernyawa atau tidak memang banyak yang kesulitan, minimnya pengalaman dan informasi menjadi alasan terlebih bagi mereka yang tinggal jauh dari pusat kesehatan semacam klinik dan puskesmas.

Namun jangan khawatir kali ini saya ingin memberikan cara untuk mengetahui dan menentukan orang yang benar-benar sudah meninggal atau masih hidup dengan cara sederhana, bagaimana prosesnya berikut ulasannya :

1.Melihat Reflex Kedip Mata.

Ambil sedikit kapas kering, buka secara perlahan kelopak mata orang tersebut secara bergantian. Pertama yang kanan dulu (walaupun sebenarnya urutannya bebas), kemudian usapkan kapas tersebut secara perlahan-lahan pada bola mata orang yang dituju. Jika tidak ada reflex kedipan lagi, bisa dipastikan orang tersebut sudah meninggal dipanggil sang maha kuasa.

Setelah itu kemudian Ulangi pada mata satunya Biasanya pada orang yang masih hidup, ada sesuatu disekitar bola mata pasti akan timbul reflex berkedip meskipun Cuma debu sekalipun.

2.Melihat Perubahan Pupil Bola Mata.

Caranya yaitu Ambil lampu senter yang tidak terlalu besar, kemudian buka kelopak mata orang tersebut secara perlahan, hidup kan lampu senter dan arahkan ke salah satu bola mata dari kanan ke kiri secara perlahan, lihat lingkaran paling kecil di tengah bola mata yang berwarrna hitam, apakah bentuknya dan ukuran nya tetap segitu saja atau ada pembesaran atau pengecilan, Jika ukuran nya tetap atau tidak mengecil, bisa dipastikan sudah meninggal namun sebaliknya jika ukurannya berubah dipastikan masih bernyawa.

Untuk diketahui bahwa ukuran normal bulatan tengah bagian mata adalah antara 2-3 mm dan ketika di beri cahaya akan mengecil, jika orang tersebut sudah meninggal biasanya ukurannya lebih membesar dan ketika disenterkan cahaya maka ukurannya tidak akan mengecil artinya tidak berubah.

3. Meraba Vena Jugularis.

Vena ini terletak pada leher, anda bisa mencoba Melakukannya dengan meraba pada atas leher kemudian arahkan tiga jari tangan sampai ke posisi tengah leher, gerakkan ketiga jari tangan anda ke kanan leher, lanjut raba pada bagian tersebut apakah masih terasa denyutan atau tidak.

Sebenarnya semua cara ini tidak mutlak dan tidak bisa menjadi panutan namun langkah ini sangat membantu sekali jika anda dalam kondisi urgent yang sulit akomodasi serta jauh dari akses kesehatan, atau jauh pula dari orang-orang yang berprofesi sebagai dokter.

Semoga Bermanfaat.

Jumat, 01 Januari 2016

DIBALIK KENIKMATAN DISITU MEMATIKAN

Minuman energi di seluruh dunia tak terkecuali Indonesia saat ini tumbuh sangat pesat dan digemari banyak orang. Hal ini terjadi karena kesegaran, kenikmatan dan diyakini karena manfaatnya. Minuman berenergi dengan berbagai merk seperti Kuku Bumi, Ekstra Jazz dan berbagai macam merk lainnya menjadi daya pikat dikalangan masyarakat.

Secara ilmiah sampai sejauh ini manfaat terapinya belum terbukti. Dibalik kenikmatan tersebut ternyata menyimpan bahaya besar. Bahkan dalam penelitian terakhir yang diungkapkan dalam jurnal kesehatan Pediatric mengungkapkan pada anak, remaja dan dewasa muda yang mengkonsumsi minuman energi secara berlebihan dapat memicu jantung berdebar, kejang, stroke bahkan tak sedikit kejadian meninggal secara mendadak.

Fakta hasil riset ilmiah tersebut bahkan dibenarkan kalangan medis bahwa akibat dari seringnya mengkonsumsi minuman energi akan berdampak pada kematian yang diawali dengan bamyak hal, salah satunya adalah bocornya fungsi lambung. Dari beberapa fakta medis tak sedikit masyarakat yang hobi mengkonsumsi secara berlebihan minuman suplemen energi itu tewas sia-sia.

Di balik kenikmatan dan kesegaran tersebut ternyata menyimpan dampak bahaya kesehatan bagi usia tersebut, padahal selama ini manfaat kesehatannya belum menjanjikan.

Menurut pengalaman saya pribadi saat menangani pasien yang terdampak akibat sering mengkonsumsi minuman energi tersebut nyatanya tidak melihat usia, tua muda sama saja minuman tersebut cukup menyiksa, bagaimana tidak mereka mengalami pendarahan lambung, BAB Hitam bahkan muntah darah, sehingga masyarakat diminta untuk mengurangi bahkan harus meninggalkan minuman berenergi itu.

Minuman energi diketahui adalah minuman yang umumnya mengandung kafein, taurin, Vitamin, gula maupun pemanis buatan yang kemudian menjanjikan kenikmatan energi, performa stamina serta konsentrasi, tetapi dibalik nikmatnya minuman tersebut ternyata akan berdampak kepada kesehatan tubuh yang berakhir mematikan jika di konsumsi secara berlebihan.

Selain efek bahaya yang ditimbulkan oleh komposisi minuman berenergi tersebut, bahaya lain yang juga muncul jika dikonsumsi tanpa batas akan menyerang terhadap melemahnya konsentrasi, dehidrasi, insomnia dan serangan jantung hingga insiden keguguran.

Untuk itu Setelah mengetahui efek dari bahaya minuman berenergi itu, sebaiknya masyarakat bisa mengurangi bahkan tinggalkan jauh-jauh minuman tersebut agar terhindar dari kenikmatan yang mematikan, Karena masih banyak minum lain yang lebih nikmat, lebih sehat, lebih segar dan lebih mantap yang mampu menambah stamina tubuh, salah satu diantaranya adalah air kelapa muda, kenapa air kelapa muda ? karena cairan ini memiliki kandungan elektrolit yang bisa menggantikan cairan tubuh saat kondisi tubuh lelah.

Setelah mengetahui bahaya di atas apakah masih nekat mengkonsumsi minuman berenergi ?

Senin, 21 Desember 2015

SATU PERSATU DOKTER INTERNSIP GUGUR DALAM MASA PENGABDIAN


Peristiwa meninggalnya dr. Dionisius Giri Samudra, salah seorang Dokter internsip alumni Fakultas Kedokteran Universitas Hassanudin Makasar Yang baru bertugas di RSUD Cendrawasih Dobo, Kepulauan Aru, Tual, Maluku Tenggara seharusnya menjadi evaluasi pemerintah dalam hal ini kementerian kesehatan untuk berbenah diri.

Namun Baru-baru ini publik kembali dibuat geger kejadian serupa terjadi lagi kali ini dialami dr Nanda yang tewas saat bertugas di daerah yang sama, harapan ingin merubah nasib ia justru menjadi "tumbal" pemerintah saat bertugas.

Satu persatu para dokter intership gugur, terutama mereka yang di tempatkan dipelosok daerah, insiden ini tentu sangat ironis ditengah negeri membutuhkan banyak kalangan dokter, mereka justru dibiarkan dengan fasilitas yang minim. 

Kasus meninggalnya dokter Nanda pun membuat publik bertanya tanya bahkan kejadian ini cenderung ngawur, pasalnya tak banyak media yang tahu, pihak rumah sakit bahkan disebut juga sengaja menutup agar tidak menguap ke permukaan.

Dari sejumlah diagnosa dr Nanda diketahui meninggal karena penyakit gula, minimnya akses fasilitas lagi-lagi salah satu biang kerok penyebab gugurnya sejumlah dokter muda.

Namun ibu dari dr Nanda yaitu dr Cut Diah membantah atas berita bahwa anaknya meninggal karena penyakit gula sebab menurutnya anaknya tak pernah memiliki riwayat sakit gula bahkan keluarganya tak ada satupun yang mengidap diabetes.

Berdasarkan pengalaman sebagai dokter selama hampir 20 tahun, Cut Diyah yakin bahwa gejala penyakit yang merenggut nyawa putra pertamanya itu adalah malaria bukan karena gula.

Namun karena buruknya penanganan medis di RSUD Cenderawasih, Dobo dan evakuasi yang terlambat serta kesalahan diagnosa penyakit, menyebabkan kondisi dr Nanda kian memburuk. Bahkan saat di ICU di RSUD dr M Haulussy Ambon, putranya didiagnosa penyakit gagal ginjal dan sempat dimintai cuci darah.

Dilansir dari situs edisimedan.com dr Cut Diah mengatakan Ilmu medis manapun, penderita diabetes atau gagal ginjal tidak pernah suhu badannya meninggi, sementara yang dialami Nanda adalah panasnya tembus 40 derajat, bahkan Selama dua hari berada di ICU ia terus mengcek suhu tubuh anaknya, dan hasilnya di atas 40 derajat.

Cut Diah yakin, jika sejak awal pihak RSUD
Cenderawasih, Dobo cepat mengetahui gejala
penyakit malaria yang diidap putranya itu, tentu putra kesayangannya itu tidak sampai menderita hingga mengalami koma. Namun dia menduga, gejala penyakit putranya itu tidak dianggap pihak RS Cendrawasih.

“Mungkin karena masih bisa berjalan, putra saya tetap dipaksa bekerja hingga malam hari. Apalagi, beberapa hari sebelum dirujuk ke RS Ambon, Kepala RSUD Cendrawasih Dobo, Hendrik Hentije Darakay bilang, putra saya tidak apa-apa. Sehat- sehat saja,” Kata Cut Diah

Pihak keluarga mencurigai, pihak Kemenkes dan RS Dobo berusaha menutup-nutupi penyakit anaknya karena tidak ingin dianggap lalai dalam melindungi dokter internship yang menjalankan tugas di daerah terpencil. Karena itu, demi melindungi para dokter internship, pihak keluarga menyampaikan kebenaran ini, agar tidak ada lagi dokter internship yang meninggal dalam tugasnya.

Dijelaskan, sepekan sebelum meninggal, Cut Diah sudah merencanakan untuk membawa Nanda dirawat ke rumah sakit yang berada di Medan. Niat itu muncul karena putranya mengeluh tidak bisa makan dan minum karena sakitnya.

“Kami sudah memesan tiket untuk menjemput anak saya. Dan Senin (14/12) jam 7 pagi, kami sudah sampai di Bandara Pattimura. Bahkan, putra saya hari Sabtu, sudah membeli tiket pesawat pulang pergi, dari Kepuluan Aru menuju Ambon PP. Rencananya, begitu sampai Bandara
Pattimura, dia langsung kami terbangkan untuk dirawat di Medan,” Cut Diah menambahkan.

Begitu besar keinginan putranya itu untuk segera pulang dan dirawat di Medan, karena Nanda mengaku trauma dengan kejadian yang dialami rekan kerjanya di Dobo, dokter Andra yang juga meninggal dunia setelah dirawat di RS Ambon.

Namun nasib berkata lain. Tuhan lebih memilih alumni FK UISU itu untuk bersama rekan sejawatnya, dokter Andra menuju peristrahatan terakhir mereka.

“Ajal memang di tangan Tuhan. Tapi kami tidak puas dengan perlakuan pemerintah terhadap dokter internship. Pemerintah juga harus ikut bertanggungjawab,” pungkasnya.

Peristiwa tersebut tentu harus menjadi evaluasi pemerintah dalam hal ini Kemenkes yang harus bertanggung jawab, bahkan jika perlu Hentikan program Outsourcing Dokter Indonesia (Internship) tanpa jaminan kesejahteraan, keamanan, dan kesehatan yang layak. Jika negara membiarkannya maka dipastikan jumlah dokter internship yang gugur akan makin bertambah..

Sabtu, 19 Desember 2015

NASIB DOKTER INTERNSIP DI UJUNG TANDUK

Setiap 12 November, sejumlah tenaga kesehatan seluruh Indonesia merayakan Hari Kesehatan Nasional secara serentak. Tanggal ini dipilih karena menurut catatan sejarah diperingati hari yang sama pada tahun 1959, di mana ketika itu Sukarno mencanangkan Gerakan Pemberantasan Malaria dengan melakukan penyemprotan nyamuk secara simbolik di Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Namun sayang disaat hari kesehatan ramai digelar disejumlah daerah, tanggal 12 November 2015 lalu justru mendapatkan kabar duka, alih- alih merayakan Hari Kesehatan Nasional dengan semangat memberantas penyakit layaknya 54 tahun lalu, tenaga kesehatan justru dibuat kaget dan disuguhkan kabar buruk secara mendadak atas Kematian dr. Dionisius Giri Samudra (dr Andra), salah seorang Dokter internsip alumni Fakultas Kedokteran Universitas Hassanudin Makasar Yang baru bertugas di RSUD Cendrawasih Dobo, Kepulauan Aru, Tual, Maluku Tenggara selama 6 bulan.

Dokter Andra diketahui meninggal akibat encephalitis post morbili (peradangan otak yang diderita pasca infeksi morbili), tepat satu hari sebelum Hari Kesehatan Nasional, bahkan disebut sebut tewasnya dokter muda Andra karena minimnya fasilitas obat-obatan, sarana dan prasarana.

Nasib pekerja kesehatan Indonesia memang sungguh sangat miris, disaat orang lain beranggapan bahwa profesi dokter memiliki gaji selangit, justru tidak dirasakan bagi seorang dokter internsip, meski sudah menjadi dokter dan resmi disumpah pendapatan mereka sebagai dokter internsip nyatanya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, praktis tak sedikit dari kalangan dokter internship mencari celah untuk tetap bisa bertahan hidup dengan bekerja sampingan.

Dokter Internsip sendiri jika disederhanakan bisa disebut sebagai dokter magang yang sengaja dipekerjakan pemerintah melalui kementerian kesehatan, hal ini jelas tercantum dalam permenkes no 299 tahun 2010, mereka para dokter internsip tersebut biasanya di plot ditempat-tempat terpencil yang jauh dari akses, di rumah sakit tipe C atau D dan diberi maksimal hanya dengan upah sebesar Rp 2.5 juta rupiah, upah tersebut bahkan belum termasuk potong pajak dan BPJS serta potongan-potongan lain yang tidak jelas.

Pasca tragedi tewasnya dokter Andra pemerintah pusat melalui kementerian kesehatan dalam hal ini Menteri Kesehatan Nina F Moeloek sempat melontarkan pernyataan manis bahwa gaji dokter internsip akan dinaikan, namun nyatanya hingga dengan hari ini perhatian pemerintah terhadap dokter internsip hanya sebatas wacana dan belum bisa dirasakan.

Peristiwa meninggalnya dokter internsip saat bertugas tenyata tidak hanya terjadi pada dokter Andra namun beberapa hari lalu kalangan dokter kembali berkabung atas kabar meninggalnya dokter intersip bernama dr Afrianda Novand (dr Nanda), bahkan banyak sederet dokter magang lain Satu persatu yang ditempatkan pemerintah melalui kementerian kesehatan tumbang, hal ini bukti negara belum siap menjamin kesejahteraan kalangan dokter terlebih soal akses kesehatan dan kesejahteraan bagi mereka.

Carut marut program dokter internsip di dalam negeri memang sungguh memprihatinkan, profesi dokter sebagai pejuang kesehatan nampaknya masih kurang diperhatikan terlebih bagi para dokter internsip, untuk bisa masuk dalam program dokter internsip saja bukan perkara mudah, dari sejumlah catatan, dokter muda yang sudah disumpah dan mendaftar sebagai dokter magang ternyata mereka harus menunggu untuk ditempatkan disejumlah daerah dengan rentang waktu 6 bulan sampai 1 tahun. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa Indonesia banyak memiliki tenaga dokter, tetapi sayang disaat mereka (dokter muda) siap bekerja justru pemerintah belum memfasilitasinya dengan baik bisa dibilang negara gagal paham.

Dari data kementerian kesehatan disebutkan bahwa program magang merupakan proses yang harus dilalui dokter yang baru lulus pendidikan dan telah memiliki ijazah serta melakukan sumpah dokter.

dokter muda yang telah menyelesaikan program magang akan memperoleh surat tanda registrasi sebagai legalitas oleh negara dan diakui untuk diberikan kewenangan penuh sebagai dokter.

Bahkan Berdasarkan evaluasi Kementerian Kesehatan pasca peristiwa meninggalnya dokter Andra, pemerintah berencana akan menaikan Biaya Hidup Dasar (BHD) Dokter dari Rp 2.5 juta menjadi Rp 3.5 sampai Rp 4 juta rupiah setiap bulannya, tetapi lagi-lagi rencana itu hanya isapan jempol, seolah kementerian kesehatan hanya "cuci tangan".

Data Kementerian kesehatan sendiri mencatat masih ada sebanyak 8.393 dokter magang yang hari  ini masih melangsungkan tugas beratnya mengabdi kepada negara di sejumlah pelosok tanah air.

Beratnya medan tempur yang dilakukan dokter magang dipelosok daerah tak sebanding apa yang diberikan pemerintah, terlebih soal insentif yang didapat, meski rencana kenaikan BHD (Biaya Hidup Dasar) masih abu-abu alias belum jelas. Kita berharap niat baik negara ingin mensejahterakan dokter perlu di amini bersama. Mampukah negara memberikan perubahan proses pendidikan Kedokteran ke arah yang lebih baik untuk menjadikan Indonesia benar-benar hebat ?

Selasa, 17 November 2015

GAJI ATAU BHD ???

Gaji atau BHD? 
Tulisan dr. Rahadi Widodo
Dionisius Giri Samodra, 24, dokter muda yang meninggal saat menjalani internship atau magang di Dobo, Kepulauan Aru, Maluku Tenggara, tak punya jaminan kesehatan saat mulai bertugas. Sebab, pemerintah baru mewajibkan BPJS bagi para dokter internship, Oktober tahun ini.
Begitu, ya? Ternyata.
Seandainya berita meninggalnya dokter Andra tidak mencuat di media, hal ini tidak akan diketahui masyarakat umum. Kami para dokter pun baru tahu bahwa sebegitu dzalimnya pemerintah RI memperlakukan adik-adik kami, para dokter yang masih muda ini.
*Note : Dokter yang masih muda, bukan 'dokter muda'. DULU, sebutan dokter muda itu kami sematkan pada rekan-rekan co-assisten di RS Pendidikan. Sebutan yang lebih menghargai dibanding panggilan 'co-ass'.
Suatu kedzaliman nyata dari pemerintah, ketika mengirim seorang dokter untuk bertugas di institusi pelayanan kesehatan tanpa membekalinya dengan jaminan/asuransi kesehatan. Kita semua tahu, petugas kesehatan termasuk dokter, sangat rentan terpapar penyakit. Sungguh sadis kakak-kakak kita para dokter yang menjadi pejabat di Kemenkes RI, dengan "sengaja" membenturkan adik-adiknya pada penyakit, tanpa membekali jaminan apapun.
Barangkali, sumpah dokter untuk memperlakukan teman sejawat sebagaimana kita sendiri ingin diperlakukan, tidak berlaku lagi bagi dokter-dokter pejabat kemenkes.
Oh ya, bagi yang alergi dengan kritik terhadap pemerintahan sekarang. Maaf, saya tidak sedang mengkritik pemerintahan Bapak Jokowi. Program Internship ini adalah produk pemerintahan SBY. UU Pendidikan Kedokteran yang mengamanatkannya juga dibuat di masa SBY. Permenkes yang mengaturnya pun dibuat tahun 2010 (itulah maka Bu Menkes sekarang tidak tahu-menahu).
Pemerintahan era Jokowi justru 'lebih baik'. Yaitu mewajibkan dokter internship punya jaminan kesehatan sebelum diberangkatkan ke tempat tugas. Aturan itu baru berlaku Oktober tahun ini. Tapi baca lagi kalimat di atas. Poinnya adalah 'mewajibkan' bukan 'menyediakan'.
Prakteknya, para dokter internship tersebut diwajibkan menjadi anggota JKN/BPJS kesehatan dengan MEMBAYAR IURANNYA SENDIRI, alias JKN MANDIRI. Keren, nggak?!
Kalau ada pengusaha mewajibkan buruh di pabriknya untuk menjadi anggota JKN Mandiri dengan memaksa buruh itu membayar iurannya sendiri... apa itu namanya, dzalim bukan?!
Oh ya, kita sudah dengar penjelasan Kepala Badan PPSDM Kemenkes dr. Usman Sumantri tentang dokter-dokter internship ini. Bapak dokter yang pejabat itu sudah memaparkannya di tivi berkali-kali. Iya, kita paham. Dokter internship tidak termasuk golongan 'pegawai' di Kemenkes. Beda dengan dokter PTT. Karena bukan pegawai maka mereka tidak diberikan fasilitas sebagaimana pegawai pada umumnya.
Lantas APA sebenarnya mereka itu?
PEGAWAI bukan, MAHASISWA bukan.
*note (lagi) : Bu Menkes sudah minta maaf telah menyebut dokter internship sebagai mahasiswa. Sudah kita terima permintaan maafnya, kan?!
Sebagai BUKAN PEGAWAI, maka dokter internship tidak digaji. Apapun pekerjaan yang mereka lakukan, anggap saja itu kerja rodi. Iya, itu istilah di zaman belanda. Di zaman jepang, namanya romusha. Di jaman 'reformasi' namanya internship.
Kalau ada pengusaha mengadakan kegiatan magang untuk karyawannya, tanpa memberikan gaji... apa itu namanya, dzalim bukan?! Apakah pengusaha seperti itu akan dibiarkan saja oleh pejabat Disnaker setempat?
Apakah tenaga-tenaga kerja kita yang ikut program magang ke Jepang, Korsel, dll tidak digaji?
Tapi mereka menerima uang, kok? 2,5 juta per bulan?
Iya, tapi kata Bapak Kepala Badan PPSDM Kemenkes, itu bukan gaji. Itu bantuan biaya hidup.
Hmm... baiklah, bantuan biaya hidup.
BANTUAN? Tapi kenapa dikenakan pajak?
Pajak apa namanya? PAJAK BANTUAN BIAYA HIDUP? Memang ada, ya?
Coba rekan-rekan cari tahu, pajak apa itu. Kalau yang dipungut itu adalah PAJAK PENGHASILAN sebagaimana dikenakan terhadap pegawai pada umumnya, maka secara legal uang 2,5 juta itu adalah GAJI. Cuma Bapak Pejabat aja yang ngeles, supaya terbebas dari kewajiban memberikan fasilitas kepada 'pegawai' (yang tidak diakuinya) itu.
Program internship sudah (terlanjur) berjalan. UU Pendidikan Kedokteran yang mengamanatkannya sudah dibuat, diundangkan, dan 'tiba-tiba' muncul di tengah-tengah kita, sedang kebanyakan dari kita tergagap-gagap karena tidak mengetahui bagaimana asal-mulanya.
Bagi kita, yang tidak punya kuasa ikut-campur menyusun UU itu, wajar timbul pertanyaan, mengapa bikin program yang begitu rumit, aneh, dan komplex seperti internship ini?
Kalau tujuannya meningkatkan kompetensi dokter baru, mengapa tidak diserahkan mekanismenya ke Kementerian Pendidikan (apapun nama kementeriannya). Bukankah lebih sederhana kalau fakultas kedokteran bekerjasama dengan institusi pelayanan kesehatan setempat untuk membimbing dokter menjelang lulus? Semacam 'co-ass stase luar' begitu. Simpel, kan?
Penanggungjawabnya juga jelas, kementerian pendidikan. Tidak seperti sekarang. Kementerian pendidikan sudah lepas tangan karena mereka sudah diwisuda dan bukan mahasiswa lagi. Sementara Kementerian Kesehatan tidak juga mengurusi karena menganggap mereka 'bukan pegawai' (bahkan sempat disebut masih mahasiswa).
Terus siapa mereka?
Anak-anak yang kehilangan induknya.

rewrite...

PETISI TENTANG DOKTER INTERNSIP

DIB menyatakan keprihatinan mendalam atas musibah yang terjadi pada rekan sejawat Dr. Dionisius Giri Samudera yang bertugas di RSUD Cendrawasih Dobo, Maluku tenggara Kepulauan Aru. Dengan kejadian ini, semoga membuka mata para pemangku kebijakan untuk meninjau kembali kebijakan program ini. Adanya ketidakjelasan mengenai regulasi, koordinasi serta sistem penganggaran pada pelaksanaan program tersebut, menimbulkan beberapa masalah di lapangan sehingga yang dirugikan dalam hal ini adalah peserta yaitu Dokter Internsip. Menkes juga terkesan tidak memahami persoalan dan lempar tanggung jawab sehingga menimbulkan kegaduhan dan kebingungan bagi publik.

Di satu sisi, sesuai dengan Undang-undang Pendidikan Kedokteran No.20/2013 Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI) bertujuan untuk meningkatkan kualitas kompetensi dokter, tetapi Pemerintah juga punya target lain yaitu untuk meratakan distribusi tenaga dokter hingga kedaerah-daerah terpencil dan daerah bermasalah. Inilah yang sering menimbulkan masalah di lapangan.

Maka DIB dengan ini menyatakan :
1. Menuntut Menteri Kesehatan untuk mencabut beberapa pernyataannya di media diantaranya bahwa Dokter Internsip masih berstatus mahasiswa melainkan sudah berstatus Dokter karena sudah disumpah, diwisuda, berijazah Dokter dan memiliki STR serta SIP, bahwa fasilitas kesehatan di RSUD Cendrawasih Dobo dianggap memadai sementara kenyataannya di lapangan dr.Dionisius direkomendasikan oleh dokter setempat untuk ditransfer ke fasilitas yang lebih lengkap.

2. Menuntut Kemenkes menjamin wahana dan pendamping yang terstandar karena tujuan penempatan Dokter Internsip adalah untuk peningkatan keterampilan dokter di lapangan.

3. Menuntut peningkatan BHD sesuai rekomendasi IDI tentang penghasilan Dokter sebagai kompensasi atas beban kerja dan resikonya sebagai seorang Dokter Internsip beserta jaminan kesehatan dan asuransi jiwa, termasuk tanggungan biaya proses evakuasi ke fasilitas yang lebih memadai.

4. Menuntut adanya legalitas hukum berupa kontrak kerja yang mencakup hak dan kewajiban peserta selama menjalani program.

5. Menuntut transparansi pemotongan pajak BHD yang dikenakan pada peserta 

6. Menuntut Kemenkes dan KIDI memotong masa tunggu internship, tidak melebihi tiga bulan karena merugikan calon Dokter internsip dari segi waktu dan materi.

7. Menuntut disediakan pusat pengaduan khusus bagi Dokter Internsip jika peserta mengalami kendala selama proses Internsip.

8. Menuntut Peranan IDI dalam mengawal permasalahaan Dokter internsip di wilayah masing-masing sebagai induk organisasi profesi yang berkewajiban melindungi serta mengayomi anggotanya.

Jakarta, 14 November 2015

Ttd. Presidium DIB
Tembusan :
1. Presiden RI
2. Menteri Kesehatan RI
3. Menteri Ristek Dikti RI
4. Ketua Komisi IX DPR RI
5. Ketua Komisi X DPR RI
6. Ketua Pengurus Besar IDI

Kita berharap teman-teman juga menandatangani petisi di bawah ini untuk perubahan pendidikan sistem pendidikan Kedokteran Indonesia semakin baik, khususnya untuk dokter-dokter yang mengabdi sebagai dokter Internsip dan dokter PTT.

Terima kasih...

https://www.change.org/p/menkes-nilamoeloek-penuhi-hak-hak-dokter-magang-yang-bertugas-di-daerah?recruiter=54348011&utm_source=share_petition&utm_medium=copylink